Oleh : Ni Komang Suryati dan Yanu Prasetyo Pamungkas
Editor : Suwinda Pratama
Pada tahun 2012, sidang CITES memutuskan bahwa European eel masuk ke dalam Critically Endangered species dan menyusul untuk species species Anguilla anguilla, Anguilla japonica dan Anguilla rostrata, yang berarti bahwa keberadaannya semakin sulit ditemukan di habitat alaminya. Di seluruh dunia terdapat 18 jenis ikan sidat, 7 jenis diantaranya ada di Indonesia, yaitu Anguilla bicolor bicolor (Indonesian short fin eel), Anguilla bicolor pasifica, Anguilla marmorata, Anguilla borneensis, Anguilla celebescencis, Anguilla megastoma, dan Anguilla interioris (Fahmi dan Hirnawati, 2010).
Permintaan yang terus meningkat terhadap komoditas ikan sidat, mendorong berkembangnya industri usaha budidaya ikan sidat secara intensif, akan tetapi faktor ketersediaan benih masih menjadi kendala utama akibat belum dikuasainya teknologi produksi benih ikan sidat secara buatan. Oleh karena itu faktor utama keberhasilan dalam memproduksi ikan sidat sangat ditentukan oleh kelimpahan sumberdaya benih ikan sidat di alam dan kecenderungannya sumberdaya benih alam tersebut terus mengalami penurunan.
Beberapa informasi dasar mengenai sumberdaya perikanan sidat di Negara Asean telah berhasil dikumpulan sejak The First Regional Technical Consultation on Eels pada bulan Februari 2014. Informasi tersebut diantaranya mengenai distribusi, alat tangkap yang digunakan, import dan ekspor serta peraturan mengenai perdagangan ikan sidat di beberapa anggota SEAFDEC. Informasi yang berharga tersebut berguna sebagai referensi untuk pengembangan konservasi dan pengelolaan perikanan sidat. Berdasarkan rekomendasi kebijakan pada Second Regional Consultation on Development of Regional Policy Recommendations on Sustainable Management of Eel Resources and Aquaculture Production in Southeast Asia (31 August – 1 September 2014) di Palembang, Indonesia, dirumuskan tiga rencana aksi diantaranya melakukan survey pengumpulan data di empat negara yang memiliki perikanan sidat yaitu Indonesia, Viet Nam, Philippines and Thailand.
Menindaklanjuti rencana aksi tersebut, dilakukan survey dan interview untuk mengetahui status terkini mengenai perikanan sidat di Viet Nam pada tanggal 15-21 Januari 2017. Bersama dengan perwakilan SEAFDEC IFRDMD, SEADEC AQD, SEAFDEC Secretariat dan JICA Expert Viet Nam melakukan interview dan studi lapangan terkait aktifivitas perikanan tangkap dan budidaya ikan sidat di Viet Nam. Diharapkan dari kegiatan survey ini terjadi Transfer teknologi mengenai aktivitas penangkapan dan budidaya sidat di Viet Nam. Sehingga dapat di aplikasikan kepada nelayan pembudiddaya pembesaran ikan sidat di Indonesia. Diketahui bahwa Viet Nam memiliki gambaran perikanan sidat yang lebih maju. Hal ini ditunjukkan dari teknologi budidaya yang telah mereka lakukan dengan angka survival rate untuk pemeliharaan benih sebesar 70% (benih A. marmorata). Keberhasilan mereka diduga karena A.marmorata merupakan jenis sidat yang lebih tangguh dibandingkan A.bicolor. Selain itu, kualitas air merupakan salah satu kunci penting bagi keberhasilan pembenihan sidat.